Rabu, 21 Mei 2008

dalang peristiwa G30S/PKI

.: Kolektif Info Coup d'etat 65 :. -
Siapa Dalang Peristiwa G30S? menurut Tjipta Lesmana
Category : Artikel Terkait
Published by MiRa on 05/Oct/2006
Siapa Dalang Peristiwa G30S/PKI?
Oleh Tjipta Lesmana
Suara Pembaruan, 2 Oktober 2006
artono Kartodirdjo, satu dari segelintir sejarawan Indonesia yang disegani karena integritas
keilmuwannya, menulis (Sejak Indische sampai Indonesia, 2005:93) bahwa subjektivitas dalam
penulisan sejarah memang sulit dihindari oleh siapa pun.
Ia bertanya, "Apakah sejarah dibuat atau dibuat-buat? Pada siapakah ada otoritas untuk membuat
pernyataan-pernyataan sejarah? Apakah bidang sejarah itu terbuka atau tertutup?" Sartono sendiri
tidak memberikan jawaban tuntas terhadap
pertanyaan-pertanyaan kritis yang diajukannya itu.
Soalnya, ia mengakui bahwa manusia sebagai homo sapiens dalam menghayati hidupnya
senantiasa sadar akan yang dialami. Tetapi, di samping itu, dia juga sadar akan proses
pengamatannya. Kesadaran yang kedua ini bersifat ateis dan
abstrak atau lebih umum. Dengan demikian, perhatian kita tidak terbatas atau terfokus kepada objek
pengamatan, tetapi juga tertuju kepada persepsi kita terhadap objek (hal 122).
Dan yang namanya persepsi selalu bersifat subjektif! Sejarah mengenai Gerakan 30 September
(1965) di Indonesia, misalnya, menurut Peter Gribben dalam tulisannya di jurnal CounterSpy terbitan
Amerika edisi 1980, mungkin, takkan pernah terungkap. Soalnya, terlalu banyak pihak yang bermain
di dalamnya. Soalnya lagi seperti dikatakan oleh Sartono, penulisan sejarah sukar terbebas dari
persepsi
si penulisnya.
Jika mau diusut secara seksama dan kritis, pihak-pihak yang ikut berperan dalam tragedi G30S/PKI
tidak terhingga jumlahnya. Namun, 4 (empat) pemeran penting bisa diidentifikasi, yaitu Partai
Komunis Indonesia (PKI), Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad, Presiden Soekarno,
dan CIA.
Siapa yang lebih besar perannya, ini pun sebenarnya sulit dijawab, kalau kita mau jujur dan
menganalisisnya dengan kepala dingin. Makin lama suatu peristiwa berlalu, pengungkapannya
bertambah sukar lagi, karena sebagian besar pelakunya sudah mati dan banyak dokumen penting
yang musnah atau dimusnahkan.
Dari sisi Soeharto dan pemerintah yang didirikannya-Orde Baru, G30S jelas-jelas buatan PKI. PKI
merebut kekuasaan sah dengan memanfaatkan sejumlah "perwira muda progresif" yang selama
http://www.progind.net Thursday, 22/May/2008 6:34 / Page 1
bertahun-tahun berhasil mereka bina. Brigjen Soepardjo, Letnan Kolonel Untung, Kolonel Latief,
Letnan Kolonel (U) Heru, dll, adalah pelaku-pelaku kudeta yang dimaksud.
Tujuan jangka panjang untuk meng-komunis-kan Indonesia. Kesaksian-kesaksian yang terungkap
dalam sidang-sidang Mahmilub (Mahkamah Militer Luar Biasa) merupakan rangkaian fakta yang
sangat meyakinkan, begitu tulis Buku Putih tentang G 30 S/PKI yang diterbitkan Kopkamtib
(Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban).
Saling Tuding Selama 30 tahun sejak 1965, PKI tidak dapat mengeluarkan suaranya karena
dibungkam dan para gembongnya dihabisi. Setelah rezim Soeharto tumbang, satu per satu orang
PKI membuka mulut, bahkan menulis buku.
Mereka menuding G 30 S merupakan ciptaan militer dengan dalang Soeharto, dibantu penuh oleh
Amerika (baca: CIA). Mereka pun membeberkan sejumlah "fakta", antara lain Untung dan Latief-dua
pelaku utama G30S-sesungguhnya eks anak buah
Soeharto; sebagian pasukan yang terlibat berasal dari Kodam Diponegoro yang pernah dikomandani
Soeharto; Batalyon 530/Brawijaya yang juga ikut dalam penculikan para Jenderal sebenarnya
didatangkan ke Jakarta atas perintah langsung Soeharto (selaku Panglima Kostrad) dengan pesan
untuk mengikuti peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1965.
Sebelum RRI mengudarakan pengumuman I Dewan Revolusi pimpinan Letnan Kolonel Untung pada
1 Oktober pukul 07:00, Soeharto tampaknya sudah berada di kantornya, markas Kostrad; Syam,
anggota Biro Khusus PKI yang disebut-sebut pemain kunci kudeta dikatakan berperan sebagai
double agent, yaitu bekerja untuk PKI dan Angkatan Darat; Latief pun mengaku memberitahukan
Soeharto pada malam sebelum
pemberontakan, tapi Soeharto diam saja.
Presiden Soekarno dan para pendukungnya menaruh "curiga berat" bahwa G30S adalah buatan CIA
dengan mengeksploitir "perwira-perwira kanan" Angkatan Darat didikan Amerika.
Sejak tahun 50-an dan memuncak hingga Konperensi Beograd pada 1963 (Soekarno mencaci-maki
Amerika ketika itu), Soekarno menjadi The most wanted Washington; beberapa kali ia lolos dari
upaya pembunuhan.
Orang ini dianggap berbahaya sekali sebab berhasil menggerakkan The New Emerging Forces
seluruh dunia untuk melawan imperialis Amerika. Soekarno juga dinilai bakal menggiring Indonesia
ke negara komunis. Simak, misalnya, telegram Dubes AS di Jakarta untuk Kementerian Luar Negeri
Amerika yang dikirim 8 Agustus 1965: "Soekarno is not a communist in a formal sense, but he is
certainly attracted to communism as a means of organizing society and advancing his own
Marxist-nationalistic ideology".
Hanya dalam tempo 5 hari setelah G30S pecah, pihak kedutaan Amerika di Jakarta sudah bisa
memberikan estimasi bahwa kekuasaan Soekarno mulai beralih kepada sejumlah perwira militer.
Indikasi keterlibatan AS yang lain adalah ucapan
Marshall Green-Duta Besar AS untuk Indonesia ketika itu: "We did what we had to do and you'd
better be glad we did because if we hadn't Asia would be a different place today." Jadi, seluruh Asia
akan menjadi komunis jika Soekarno berkuasa lebih lama lagi?
Lalu, siapa yang menuding Soekarno terlibat, bahkan menjadi dalang G30S?
Sebagian orang-orang dekat Soeharto, sebagian lagi Amerika juga. Paling tidak, BK tahu ada
gerakan perwira muda Angkatan Darat untuk mengadili para perwira tinggi "antek Amerika", tapi ia
http://www.progind.net Thursday, 22/May/2008 6:34 / Page 2
tidak bertindak. Kenapa pula BK pilih Halim sebagai tempat persembunyiannya pada 1 Oktober?
Namun, jika kita baca biografi Mangil (eks ajudan), pemilihan Halim bukanlah kehendak Soekarno.
Pagi itu, Soekarno dibawa putar-putar dulu di Jakarta oleh para ajudan dan pengawal, sebab mereka
pun panik dan tidak tahu bagaimana mengamankan BK.
Jika Soekarno terlibat kenapa pada 30 September malam ia membiarkan anak-anaknya tetap di
Istana Merdeka? Kenapa ia masih bisa berpidato berapi-api pada acara di Hotel Indonesia tanggal
30 September malam? Dan kemudian indehooy dengan istri mudanya, Dewi, di kediaman Dewi?
Multikompleks Gerakan 30 September/PKI memang kejadian yang multikompleks, hasil konspirasi
jahat banyak kekuatan politik, termasuk kekuatan asing-AS, RRC, Uni Soviet,
Malaysia, Inggris dan sejumlah negara komunis Eropa Timur.
Semua mempunyai kepentingan masing-masing. Secara kebetulan,
kepentingan-kepentingan itu bertemu di "meeting point" yang sinergis. Secara singkat, mungkin bisa
disimpulkan bahwa G 30 S sesungguhnya ulah keblinger segelintir pimpinan PKI yang sangat
was-was militer-dengan Dewan Jenderalnyaakan
menggulingkan kekuasaan Soekarno. Langkah PKI itu didukung penuh oleh RRC.
Di sisi lain, Angkatan Darat juga amat khawatir PKI akan ambil-alih kekuasaan.
Soeharto tahu dan sengaja mematangkan situasi dalam upaya menggiring PKI masuk ke "kubangan
maut". Ia membiarkan Jenderal Yani cs menjadi korban, sebab Soeharto dikatakan sakit hati
terhadap Yani (karena BK lebih mempercayainya sebagai Menteri/Pangad) maupun Jenderal
Nasution (karena mempermalukan dirinya di depan sang Pemimpin Besar ketika ia menyelundup).
Karena cerita G30S/PKI belum tuntas, dan baik Soekarno maupun Soeharto tidak lagi bisa kita
mintakan kesaksiannya, kini hanya PKI yang seolah mendominasi "kebenaran". Tidak heran jika
sisa-sisa komunis belakangan aktif sekali menuntut "kebenaran".
Fenomena ini harus diwaspadai. Siapa pun tidak boleh memutarbalikkan sejarah. Hendaknya kita
bisa memisahkan secara tegas antara peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM pasca-G30S dan
kebenaran seputar G30S. Pembantaian terhadap
orang-orang tidak berdosa memang kita kutuk. Tapi, kalau ada pihak yang mengatakan PKI hanya
dijebak dan menjadi korban dalam G30S, itu suatu kebohongan besar yang wajib kita tolak!
Penulis adalah Pengajar Universitas Pelia Harapan
Last modified: 2/10/06
Sumber: Suara Pembaruan
www.suarapembaruan.com/
http://www.progind.net Thursday, 22/May/2008 6:34 / Page 3

peristiwa mediun dan g30s/pki

Peristiwa Madiun Dan G30S/PKI
Senin, 01 Oktober 2007 01:38 WIB
Ada sejumlah buku pelajaran sekolah, kurikulum 2004, tidak menyebut

pemberontakan Partai Komunis Indonesia pimpinan Muso di Madiun tahun

1948, dan Gerakan 30 September tahun 1965 tanpa menyebutkan PKI sesudah

kata G30S. Hal ini telah menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh pelaku

sejarah saat melawan gerakan PKI sejak 1964, 1965 dan 1966, seperti

Yusuf Hasyim (alm), Taufik Ismail dan sejumlah tokoh yang lain.

Beberapa waktu yang lalu mereka menjumpai Ketua DPRRI, menyampaikan

reaksi, keprihatinan dan protes mereka karena sejumlah buku pelajaran

sekolah kurikulum 2004 yang diterbitkan di Jawa Timur sama sekali tidak

menyebut 'Peristiwa Madiun dan G.30.S tanpa menyebut PKI'.

WASPADA Online




Oleh Muhammad TWH




Ada sejumlah buku pelajaran sekolah, kurikulum 2004, tidak menyebut pemberontakan Partai Komunis Indonesia
pimpinan Muso di Madiun tahun 1948, dan Gerakan 30 September tahun 1965 tanpa menyebutkan PKI sesudah kata
G30S. Hal ini telah menimbulkan reaksi dari tokoh-tokoh pelaku sejarah saat melawan gerakan PKI sejak 1964, 1965
dan 1966, seperti Yusuf Hasyim (alm), Taufik Ismail dan sejumlah tokoh yang lain. Beberapa waktu yang lalu mereka
menjumpai Ketua DPRRI, menyampaikan reaksi, keprihatinan dan protes mereka karena sejumlah buku pelajaran
sekolah kurikulum 2004 yang diterbitkan di Jawa Timur sama sekali tidak menyebut 'Peristiwa Madiun dan G.30.S tanpa
menyebut PKI'. Protes taufik Ismail mendapat respons dari Ketua DPRRI memanggil Menteri Pendidikan Nasional
(Mendiknas) menanyakan mengenai hal tersebut. Kemudian dibicarakan dalam Rapat Kerja Kesra yang dipimpin oleh
Aburizal Bakri.




Taufik Ismail yang menjumpai ketua DPR RI adalah seorang tokoh 66, yang terkenal dan dikenal dengan antologinya
'Tirani dan Benteng', dalam buku kumpulan puisinya yang ditulis antara tahun 1960 dan 1966 memuat fakta-fakta berupa
foto-foto bersejarah mengenai perlawanan terhadap gerakan PKI yang bermaksud menggantikan Pancasila dan ideologi
komunis. Memang peristiwa Madiun telah 49 tahun berlalu. Gerakan 30 September telah pula menginjak waktu 42
tahun. Kedua peristiwa itu adalah 'lembaran hitam' perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Kedua peristiwa itu adalah
dokumen sejarah, kalau boleh kita mengutip kata-kata Jacques Baineville yang menyatakan 'No Document no history'
tidak ada dokumen tidak ada sejarah. Sedangkan peristiwa kudeta yang terjadi di Madiun 1948 dan kup berdarah di
Jakarta 1965 adalah merupakan suatu dokumen yang tidak akan lapuk oleh hujan dan tidak akan lekang oleh panas dari
ingatan bangsa Indonesia.




Apa itu peristiwa Madiun?


Peristiwa Madiun adalah peristiwa sejarah yang tidak boleh dilupakan dan tidak boleh dilenyapkan dalam lembaran
sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Betapa tidak, pada 18 September 1948 PKI/Muso melakukan kup berdarah di
Madiun. Memproklamirkan 'Negara Suyet Republik Indonesia' dan menaikkan bendera merah. Kolonel Djokosujono
diangkat oleh PKI menjadi Gubernur Militer Madiun. Pasukan-pasukan Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan PKI (Partai
Komunis Indonesia) merebut objek-objek vital kantor pos, telepon, Markas Sub Teritorial Komando Madiun dan lain
pejabat-pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat yang anti PKI dengan cara kejam dan mengerikan.




Terhadap proklamasi PKI itu Presiden Soekarno bertindak cepat dan berpidato melalui RRI Yogyakarta yang disiarkan
secara sentral agar rakyat memilih Soekarno-Hatta atau ikut Muso dengan PKI-nya. Setelah mempelajari dengan
seksama rakyat ternyata memilih Soekarno-Hatta, maka TNI segera digerakkan untuk melakukan penumpasan.
Pasukan yang digerakkan itu terdiri dari Brigade Sadikin, Brigade Surakhmat, Brigade Kusno Utomo, dan lain-lain.
Pemberontakan PKI Muso di Madiun berhasil ditumpas dalam waktu yang tidak begitu lama, TNI mendapat dukungan
sepenuhnya dari rakyat.




Waspada Online
http://www.waspada.co.id Menggunakan Joomla! Generated: 22 May, 2008, 11:32

proklamasi kemerdekaan

Sejarah Detik-Detik Proklamasi Dan Makna Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Pelaksanaan acara proklamasi hari kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia dilaksanakan pada tanggal 17 Augustus 1945 di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta pukul 10.00 wib. Setelah bendera sang merah putih berkibar, para hadirin dengan spontan dan serentak menyanyikan lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman.

Jadwal Acara Proklamasi 17-08-1945 :
1. Pembacaan proklamasi yang kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat Ir. Soekarno.
2. Pengibaran Sang Bendera Merah Putih.
3. Kata Sambutan dari Suwiryo.
4. Sambutan dari Dr. Muwardi selaku panitia keamanan.

Makna Proklamsi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia :
1. Telah lahir sebuah negara dan bangsa baru yang merdeka dan berdaulat.
2. Adanya revolusi untuk memindahkan kekuasaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
3. Bebas dari segala bentuk janji muluk kemerdekaan dari pemerintah Jepang.

Tambahan :
Temukan artikel lain mengenai proklamasi di situs organisasi.org ini dengan fitur pencari.

bandung lautan api

Sejarah Singkat Bandung Lautan Api PDF Print E-mail
Written by Administrator
Jun 14, 2007 at 06:14 PM
BLA-1946
Suatu hari di Bulan Maret 1946, dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk mengukir sejarah dengan membakar rumah dan harts benda mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di selatan. Beberapa tahun ke¬mudian, lagu "Halo Halo Bandung" ditulis untuk melambangkan emosi mereka, seiring janji akan kembali ke kota tercinta, yang sekarang telah menjadi lautan api.
Setelah Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia. Jejak Perjuangan "Bandung Lautan Api" membawa kita menelusuri kembali berbagai kejadian di Bandung yang berpuncak pada suatu malam mencekam, saat penduduk melarikan diri, mengungsi, di tengah kobaran api dan tembakan musuh.Sebuah kisah tentang harapan, keberanian dan kasih sayang. Sebuah cerita dari para pejuang kita ...

Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerde¬kaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.

Tanggal 27 Agustus 1945, dibentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR), disusul oleh terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Peristiwa yang memperburuk keadaan terjadi pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat meng¬hadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk me¬nyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.

Berbagai tekanan dan serangan terus dilakukan oleh pihak Inggris dan Belanda. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Pada tanggal 21 Desember 1945, pihak Inggris menjatuhkan bom dan rentetan tembakan membabi buta di Cicadas. Korban makin banyak berjatuhan.

Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik "bumihangus". Rakyat tidak rela Kota Bandung diman¬faatkan oleh musuh. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumi¬hanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946.

blaKolonel Abdul Haris Nasution selaku Komandan Divisi III, mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan untuk meninggalkan Kota Bandung. Hari itu juga, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota. Malam itu pembakaran kota berlangsung besar-besaran. Api menyala dari masing-masing rumah penduduk yang membakar tempat tinggal dan harta bendanya, kemudian makin lama menjadi gelombang api yang besar. Setelah tengah malam kota telah kosong dan hanya meninggalkan puing-puing rumah yang masih menyala.

after-BLAPembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Selengkapnya mengenai Peristiwa Bandung Lautan Api, anda bisa membaca buku; "Saya Pilih Mengungsi", buku ini dapat anda dapatkan di sekretariat Bandung Heritage.
Last Updated ( Mar 17, 2008 at 03:35 PM )

peristiwa 10 november

Peristiwa 10 November

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Langsung ke: navigasi, cari

Artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia
Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifisasi artikel.
Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.

Pertempuran Surabaya
Bagian dari Perang Kemerdekaan Indonesia
Peristiwa 10 November 1945
Tentara Britania menembaki sniper dalam pertempuran di Surabaya.
Tanggal 27 Oktober - 20 November, 1945
Lokasi Surabaya, Indonesia
Hasil Inggris menguasai Surabaya
Pihak yang terlibat
Indonesia Britania Raya
Belanda
Komandan
Bung Tomo Brigjen A. W. S. Mallaby
Mayjen E. C. Mansergh
Kekuatan
20,000 tentara
100,000 pasukan liar[1]
30,000 (puncak)[1]
didukung tank, pesawat tempur, dan kapal perang
Jumlah korban
16,000[1] 2,000[1]

Peristiwa 10 November merupakan peristiwa sejarah perang antara Indonesia dan Belanda. Pada 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat di Pulau Jawa, dan tujuh hari kemudian, tepatnya, 8 Maret, pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang.

Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya.NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.

Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober.

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.

Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Namun di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.

Peristiwa berdarah di Surabaya ketika itu juga telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itulah yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.

[sunting]